Teori Masuknya Islam Di Indonesia
Sedikitnya ada 5 teori masuknya Islam di Indonesia yang berkembang di kalangan sejarawan saat ini. Kelima teori tersebut mengungkapkan tentang asal mula Islam berkembang di Nusantara. Ada teori yang menyebut bila penyebaran Islam di Indonesia berasal dari Gujarat, India; Makkah, Arab Saudi; Persia; dan ada pula yang beranggapan Islam Indonesia berasal dari China.
1. Teori Gujarat
Teori Gujarat adalah teori yang menyatakan bahwa Islam masuk di Indonesia berasal dari Gujarat, India. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh dua orang sejarawan berkebangsaan Belanda, Snouck Hurgronje dan J.Pijnapel. Menurut mereka, Islam masuk ke Indonesia sejak awal abad ke 13 Masehi bersama dengan hubungan dagang yang terjalin antara masyarakat Nusantara dengan para pedagang Gujarat yang datang.Teori masuknya Islam di Indonesia yang dicetuskan Hurgronje dan Pijnapel ini didukung oleh beberapa bukti, di antaranya batu nisan Sultan Samudera Pasai Malik As-Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Islam Gujarat, catatan Marcopolo, serta adanya warna tasawuf pada aliran Islam yang berkembang di Indonesia.
Selain memiliki bukti, teori ini juga mempunyai kelemahan. Kelemahan teori Gujarat ditunjukan pada 2 sangkalan. Pertama, masyarakat Samudra Pasai menganut mazhab Syafii, sementara masyarakat Gujarat lebih banyak menganut mazhab Hanafi. Kedua, saat islamisasi Samudra Pasai, Gujarat masih merupakan Kerajaan Hindu.
Selain memiliki bukti, teori ini juga mempunyai kelemahan. Kelemahan teori Gujarat ditunjukan pada 2 sangkalan. Pertama, masyarakat Samudra Pasai menganut mazhab Syafii, sementara masyarakat Gujarat lebih banyak menganut mazhab Hanafi. Kedua, saat islamisasi Samudra Pasai, Gujarat masih merupakan Kerajaan Hindu.
2. Teori Persia
Umar Amir Husen dan Hoesein Djajadiningrat sebagai pencetus sekaligus pendukung teori Persia menyatakan bahwa Islam yang masuk di Indonesia pada abad ke 7 Masehi adalah Islam yang dibawa kaum Syiah, Persia.
Teori ini didukung adanya beberapa bukti pembenaran di antaranya kesamaan budaya Islam Persia dan Islam Nusantara (seperti adanya peringatan Asyura dan peringatan Tabut), kesamaan ajaran Sufi, penggunaan istilah persia untuk mengeja huruf Arab, kesamaan seni kaligrafi pada beberapa batu nisan, serta bukti maraknya aliran Islam Syiah khas Iran pada awal masuknya Islam di Indonesia.
Dengan banyaknya bukti pendukung yang dimiliki, teori ini sempat diterima sebagai teori masuknya Islam di Indonesia yang paling benar oleh sebagian ahli sejarah. Akan tetapi, setelah ditelisik, ternyata teori ini juga memiliki kelemahan. Bila dikatakan bahwa Islam masuk pada abad ke 7, maka kekuasaan Islam di Timur Tengah masih dalam genggaman Khalifah Umayyah yang berada di Damaskus, Baghdad, Mekkah, dan Madinah. Jadi tidak memungkinkan bagi ulama Persia untuk menyokong penyebaran Islam secara besar-besaran ke Nusantara.
Dengan banyaknya bukti pendukung yang dimiliki, teori ini sempat diterima sebagai teori masuknya Islam di Indonesia yang paling benar oleh sebagian ahli sejarah. Akan tetapi, setelah ditelisik, ternyata teori ini juga memiliki kelemahan. Bila dikatakan bahwa Islam masuk pada abad ke 7, maka kekuasaan Islam di Timur Tengah masih dalam genggaman Khalifah Umayyah yang berada di Damaskus, Baghdad, Mekkah, dan Madinah. Jadi tidak memungkinkan bagi ulama Persia untuk menyokong penyebaran Islam secara besar-besaran ke Nusantara.
3. Teori Arab atau Teori Makkah
Teori Arab atau Teori Makkah menyatakan bahwa proses masuknya Islam di Indonesia berlangsung saat abad ke 7 Masehi. Islam dibawa para musafir Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh belahan dunia. Tokoh yang mendukung teori ini adalah Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, dan Buya Hamka.
Teori masuknya Islam di Indonesia ini didukung beberapa 3 bukti utama. Pertama, pada abad ke 7 Masehi, di Pantai Timur Sumatera memang telah terdapat perkampungan Islam khas dinasti Ummayyah, Arab. Lalu, madzhab yang populer kala itu khususnya di Samudera Passai adalah madzhab Syafii yang juga populer di Arab dan Mesir. Dan yang ketiga, adanya penggunaan gelar Al Malik pada raja-raja Samudera Pasai yang hanya lazim ditemui pada budaya Islam di Mesir.
Hingga kini, teori Arab dianggap sebagai teori yang paling kuat. Kelemahannya hanya terletak pada kurangnya fakta dan bukti yang menjelaskan peran Bangsa Arab dalam proses penyebaran Islam di Indonesia.
Teori masuknya Islam di Indonesia ini didukung beberapa 3 bukti utama. Pertama, pada abad ke 7 Masehi, di Pantai Timur Sumatera memang telah terdapat perkampungan Islam khas dinasti Ummayyah, Arab. Lalu, madzhab yang populer kala itu khususnya di Samudera Passai adalah madzhab Syafii yang juga populer di Arab dan Mesir. Dan yang ketiga, adanya penggunaan gelar Al Malik pada raja-raja Samudera Pasai yang hanya lazim ditemui pada budaya Islam di Mesir.
Hingga kini, teori Arab dianggap sebagai teori yang paling kuat. Kelemahannya hanya terletak pada kurangnya fakta dan bukti yang menjelaskan peran Bangsa Arab dalam proses penyebaran Islam di Indonesia.
4. Teori China
Teori China yang dicetuskan oleh Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby baru baru ini menyebutkan bahwa, Islam masuk ke Indonesia karena dibawa perantau Muslim China yang datang ke Nusantara.
Teori ini didasari pada beberapa bukti yaitu fakta adanya perpindahan orang-orang muslim China dari Canton ke Asia Tenggara, khususnya Palembang pada abad ke 879 M; adanya masjid tua beraksitektur China di Jawa; raja pertama Demak yang berasal dari keturunan China (Raden Patah); gelar raja-raja demak yang ditulis menggunakan istilah China; serta catatan China yang menyatakan bahwa pelabuhan-pelabuhan di Nusantara pertama kali diduduki oleh para pedagang China.
Teori ini didasari pada beberapa bukti yaitu fakta adanya perpindahan orang-orang muslim China dari Canton ke Asia Tenggara, khususnya Palembang pada abad ke 879 M; adanya masjid tua beraksitektur China di Jawa; raja pertama Demak yang berasal dari keturunan China (Raden Patah); gelar raja-raja demak yang ditulis menggunakan istilah China; serta catatan China yang menyatakan bahwa pelabuhan-pelabuhan di Nusantara pertama kali diduduki oleh para pedagang China.
5. Teori Maritim
Teori Maritim pertama kali dicetuskan sejarawan asal Pakistan, N.A. Baloch. Teori ini menyatakan bahwa penyebaran Islam di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari kemampuan umat Islam dalam menjelajah samudera. Tidak dijelaskan darimana asal Islam yang berkembang di Indonesia, yang jelas menurut teori ini, masuknya Islam di Indonesia terjadi di sekitar abad ke 7 Masehi.
Sumber Sejarah dan Berita Masuknya Islam di Indonesia
Sumber sejarah dan berita masuknya Islam di Indonesia terbagi menjadi dua, yakni sumber luar negeri dan sumber dalam negeri. Sumber luar negeri terbagi lagi menjadi empat. Pertama, berita dari Tiongkok melalui catatan Ma-Huan, sekitar 1400 M. Sumber tersebut menyebutkan terdapat pedagang pedagang-pedagang Islam yang bertempat tinggal di Pantai Utara Pulau Jawa.
Lalu, sumber kedua ialah berita Arab. Sumber tersebut menyebutkan sekitar abad ke-7 M, para pedagang Islam yang berasal dari wilayah Timur Tengah telah melakukan kegiatan dagang di Sriwijaya. Terdapat panggilan Sribuza, Zabay, dan Zabag untuk penamaan Sriwijaya.
Sumber ketiga ialah berita Eropa. Sumber tersebut menjadi dua sumber utama, yakni catatan Marcopolo dan catatan Tome Pires. Dalam catatan Marcopolo, dituliskan bahwa saat ia singgah di Perlak, ia menemukan masyarakat setempat yang sudah beragama Islam. Selain itu, terdapat pula banyaknya pedagang dari Gujarat yang menyebarkan Islam sekitar abad ke-13 M.
Lalu, sumber dari Tome Pires, mengenai Islam di Indonesia dapat dibaca dalam buku berjudul Suma Oriental. Dalam buku itu, Pires menuliskan bahwa sebagian besar raja-raja di Sumatra sudah memeluk agama Islam.
Dan, sumber terakhir ialah sumber berita India. Dalam berita India disebutkan bahwa terdapat para pedagang yang berasal dari Gujarat yang melakukan aktivitas dagang dan juga penyebaran agama Islam di sekitar pesisir pantai.
Sedangkan, untuk sumber dalam negeri terbagi menjadi enam bukti sumber. Pertama, adanya batu nisan Fatimah binti Maemun yang berangka 745 Hijriah (1082 M) di Leren, Gresik, Jawa Timur. Peninggalan batu nisan tersebut dapat menjadi bukti peninggalan Islam sudah masuk ke wilayah Indonesia.
Sumber bukti kedua ialah batu nisan Sultan Malik Al-Shaleh yang berangka 696 Hijriah (1297 M). Peninggalan tersebut menunjukkan bahwa terdapat penamaan Sultan sebagai gelar seorang raja. Sultan Malik Al-Shaleh adalah raja dari kerajaan Samudra Pasai.
Bukti sumber ketiga ialah rangkaian batu nisan yang terdapat di sekitar Trowulan dan Trolaya, Jawa Timur yang berangka 1376-1611 M. Serangkaian batu nisan itu ditemukan dekat situs Majapahit dan menunjukkan adanya tanda-tanda berkembangnya agama Islam.
Lalu, bukti sumber keempat ialah makam Syekh Maulana Malik Ibrahim yang berangka 1419 M yang didatangkan dari Gujarat dan berisi tentang tulisan-tulisan Arab. Bukti kelima ialah batu nisan Sultan Pledir yang pertama berangka 1497 M, yaitu Muzafar Syah dan Sultan kedua bernama Makruf Syah berangka 1511 M. Dan, bukti keenam ialah batu nisan Sultan Aceh pertama bernama Ali Mughayat Syah berangka 1530 M.
Kesultanan Peureulak (Perlak)
Kesultanan Peureulak atau Perlak merupakan kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatra. Kesultanan ini muncul pada abad ke-9 M dan bertahan hingga abad ke-13 M. Kesultanan Perlak merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia yang terdapat dalam catatan Marcopolo.
Dalam catatan itu, Perlak disebutkan sebagai daerah dengan masyarakat yang sudah memeluk agama Islam dan banyak pedagang-pedagang Islam. Dalam catatannya, Marcopolo menyebutkan dirinya singgah di Perlak pada tahun 1292 M.
Selain catatan Marcopolo, ada beberapa sumber lain yang di dalamnya mengisahkan Kesultanan Perlak. Sumber pertama ialah naskah Indharatul haq hamlakatil ferlah wal fasi karya Abu Ishaq Makaroni Al Fasi dan sumber kedua ialah naskah Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salatin karya Sayid Abdullah ibn Saiyid Habib Saifudin.
Raja pertama Kesultanan Perlak ialah Sultan Alaidin Saiyidin Maulana Abdul Azis Syah. Ia memerintah Perlak dari 846 M hingga 864 M. Kesultanan ini berakhir pada masa pemerintahan raja ke 16, yakni Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah Jouhan yang memerintah dari 1225 M hingga 1263 M.
Kesultanan Samudra Pasai
Kesultanan Samudra Pasai merupakan kerajaan yang terletak di sebelah utara Perlak, di daerah Pantai Timur Aceh (saat ini menjadi daerah Lhokseumawe). Kerajaan ini berdiri pada abad ke-13, sekitar 1267 M. Samudra Pasai dibentuk oleh Meurah Silu yang merupakan nama lain dari Sultan Malik al-Saleh sebelum memeluk Islam.
Sumber sejarah mengenai Samudra Pasai ada dua sumber utama. Pertama, catatan Ibnu Batutah, penjelajah asal Delhi, India. Ketika ia melakukan perjalanan ke Tiongkok, Ibnu Batutah singgah di Samudra Pasai pada tahun 1346 M.
Dalam catatannya, Ibnu Batutah memberikan keterangan bahwa Samudra Pasai adalah kerajaan yang memiliki struktur pemerintahan serupa dengan kerajaan-kerajaan di India. Selain itu, saat ia berada di Tiongkok, Ibnu Batutah melihat kapal milik Sultan Pasai.
Sumber kedua ialah catatan Marcopolo. Dalam catatannya, selain menyebutkan mengenai Kesultanan Perlak, Marcopolo juga menyebutkan tentang Kesultanan Samudra Pasai. Ia menyebutkan Kerajaan Samudra Pasai sebagai salah satu kerajaan Islam.
Raja pertama kerajaan ini ialah Sultan Malik al-Saleh yang memerintah sejak tahun 1290 hingga 1297 M. Pada masa pemerintahannya, Samudra Pasai tengah naik daun sebagai sebuah kerajaan Islam dan berhasil menguasai Selat Malaka, yang kala itu merupakan pusat perdagangan internasional.
Lalu, raja terakhir Samudra Pasai ialah Sultan Zainal Abidin ke-5. Pada masa pemerintahannya, Samudra Pasai mengalami kemunduran karena invasi dari Kerajaan Majapahit. Kemunduran itu kemudian dimanfaatkan oleh Kerajaan Aceh yang akhirnya menaklukkan kerajaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar